Oleh Suhening Sutardi (08158871863, Email: heningsutardi@gmail.com)
Inilah prototipe filsuf sejati. Mempertahankan kebenaran sikap hidup yang diyakininya kendati berhadapan dengan hukum negara. Pengadilan Athena menghukum mati Socrates dengan meminum racun. Filsuf ini sesungguhnya dapat saja melarikan diri, namun Socrates memilih taat hukum dengan rasa penuh tanggung jawab. Inilah tragedi kemanusiaan, perbedaan berpikir dikriminalisasi hingga bertemu kematian.
Socrates diajukan ke pengadilan oleh tiga warga Athena yang melakukan “class-action” mewakili masyarakat Athena pembenci Socrates. Mereka adalah penyair Meletus, politikus Anytus dan orator Lycon. Tuduhannya: Socrates mengingkari dewa-dewa penguasa kota, merusak jaringan sosial dan menghasut kaum muda sehingga hancurlah sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Pengadilan dimulai dengan dakwaan pihak penuntut, diikuti dengan sanggahan dari pembela. Lima ratus warga bertindak sebagai juri. Hasil keputusan sidang pengadilan, 280 juri menyatakan Socrates bersalah, sisanya 220 juri menyatakan Socrates tidak bersalah. Sangat tipis perbedaannya. Socrates tidak marah. Dia berbesar hati atas sikap hidupnya yang disalahpahami oleh 56% juri.
Socrates dikambinghitamkan atas situasi buruk yang terjadi di Athena. Karikatur bikinan Aristhopanes yang mengolok Socrates sebagai sosok penghasut berhasil membangun opini miring. Sebagian masyarakat Athena dapat digiring untuk mempercayai bahwa Socrates adalah sumber segala bencana.
Plato, salah seorang muridnya menganjurkan supaya Socrates melarikan diri saja. Plato yang waktu itu berusia 29 tahun menyatakan dapat mempersiapkan proses pelarian untuk gurunya yang berusia 70 tahun. Namun Socrates hanya menyatakan terima kasih dan hukuman meminum racun kematian akan dilaksanakannya dengan rasa ikhlas.
Sikap Sokrates yang simpatik menarik perhatian penguasa penjara. Para murid dan pendukungnya datang menjenguk untuk beberapa hari sebelum eksekusi.Mereka tidak dapat menyembunyikan kepedihan mendalam. Socrates yang mengabdikan diri pada kebijaksanaan dan melayani orang lain dengan penuh semangat tidak memungut bayaran malah dieksekusi bagaikan pesakitan kriminal.
Mereka yang mengunjungi Socrates yaitu, Phaedo, Crito, Critobulos, Apollodorus, Hermogenes, Epigenes, Aeschines, Antishenes, Cresippus, Menexenus, Simmias, Cebes, Phaedondas, Euclides dan Terpsion. Ketika algojo mengulurkan cawan racun, Socrates menyambutnya dengan tenang. Ia menyeruput racun dengan rasa humor yang tinggi tanpa sekitipun cemas. Karena sang filsuf yakin, kelak pada akhirnya warga Athena akan dapat mengambil keputusan jernih bahwa dirinya tidak bersalah.
Socrates telah meramalkan kebenaran sikap hidupnya. Tidak lama setelah kematian Socrates, mereka yang menjebloskan filsuf itu ke penjara dihukum mati juga oleh warga. Penyair Meletus, politikus Anytus dan orator Lycon digugat balik warga kota Athena hingga kemudian divonis mati. Para juri yang menghukum Socrates pun diisolasi warga. Sebagian ada yang menggantung diri karena depresif.
Seiring dengan itu warga Athena membangun patung perunggu Socrates. Pemahatnya Lysippus yang tersohor dan berpengalaman membuat patung. Socrates memperoleh nama harum. Dia taat hukum dan tidak melarikan diri. Dia yakin kebenaran sikap hidupnya akan dikenang oleh peradaban yang memang bisa menghargai filsafatnya. Sepanjang sejarah filsafat, Socrates adalah teladan tentang sikap hidup yang selalu mencintai kebenaran dan kebijaksanaan. (***)
Inilah prototipe filsuf sejati. Mempertahankan kebenaran sikap hidup yang diyakininya kendati berhadapan dengan hukum negara. Pengadilan Athena menghukum mati Socrates dengan meminum racun. Filsuf ini sesungguhnya dapat saja melarikan diri, namun Socrates memilih taat hukum dengan rasa penuh tanggung jawab. Inilah tragedi kemanusiaan, perbedaan berpikir dikriminalisasi hingga bertemu kematian.
Socrates diajukan ke pengadilan oleh tiga warga Athena yang melakukan “class-action” mewakili masyarakat Athena pembenci Socrates. Mereka adalah penyair Meletus, politikus Anytus dan orator Lycon. Tuduhannya: Socrates mengingkari dewa-dewa penguasa kota, merusak jaringan sosial dan menghasut kaum muda sehingga hancurlah sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Pengadilan dimulai dengan dakwaan pihak penuntut, diikuti dengan sanggahan dari pembela. Lima ratus warga bertindak sebagai juri. Hasil keputusan sidang pengadilan, 280 juri menyatakan Socrates bersalah, sisanya 220 juri menyatakan Socrates tidak bersalah. Sangat tipis perbedaannya. Socrates tidak marah. Dia berbesar hati atas sikap hidupnya yang disalahpahami oleh 56% juri.
Socrates dikambinghitamkan atas situasi buruk yang terjadi di Athena. Karikatur bikinan Aristhopanes yang mengolok Socrates sebagai sosok penghasut berhasil membangun opini miring. Sebagian masyarakat Athena dapat digiring untuk mempercayai bahwa Socrates adalah sumber segala bencana.
Plato, salah seorang muridnya menganjurkan supaya Socrates melarikan diri saja. Plato yang waktu itu berusia 29 tahun menyatakan dapat mempersiapkan proses pelarian untuk gurunya yang berusia 70 tahun. Namun Socrates hanya menyatakan terima kasih dan hukuman meminum racun kematian akan dilaksanakannya dengan rasa ikhlas.
Sikap Sokrates yang simpatik menarik perhatian penguasa penjara. Para murid dan pendukungnya datang menjenguk untuk beberapa hari sebelum eksekusi.Mereka tidak dapat menyembunyikan kepedihan mendalam. Socrates yang mengabdikan diri pada kebijaksanaan dan melayani orang lain dengan penuh semangat tidak memungut bayaran malah dieksekusi bagaikan pesakitan kriminal.
Mereka yang mengunjungi Socrates yaitu, Phaedo, Crito, Critobulos, Apollodorus, Hermogenes, Epigenes, Aeschines, Antishenes, Cresippus, Menexenus, Simmias, Cebes, Phaedondas, Euclides dan Terpsion. Ketika algojo mengulurkan cawan racun, Socrates menyambutnya dengan tenang. Ia menyeruput racun dengan rasa humor yang tinggi tanpa sekitipun cemas. Karena sang filsuf yakin, kelak pada akhirnya warga Athena akan dapat mengambil keputusan jernih bahwa dirinya tidak bersalah.
Socrates telah meramalkan kebenaran sikap hidupnya. Tidak lama setelah kematian Socrates, mereka yang menjebloskan filsuf itu ke penjara dihukum mati juga oleh warga. Penyair Meletus, politikus Anytus dan orator Lycon digugat balik warga kota Athena hingga kemudian divonis mati. Para juri yang menghukum Socrates pun diisolasi warga. Sebagian ada yang menggantung diri karena depresif.
Seiring dengan itu warga Athena membangun patung perunggu Socrates. Pemahatnya Lysippus yang tersohor dan berpengalaman membuat patung. Socrates memperoleh nama harum. Dia taat hukum dan tidak melarikan diri. Dia yakin kebenaran sikap hidupnya akan dikenang oleh peradaban yang memang bisa menghargai filsafatnya. Sepanjang sejarah filsafat, Socrates adalah teladan tentang sikap hidup yang selalu mencintai kebenaran dan kebijaksanaan. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar