Senin, 01 Desember 2008

Menunggu Kejutan Penyair Diah Hadaning


Oleh: Suhening Sutardi

(08158871863, email:heningsutardi@gmail.com)

Di usianya yang semakin matang menjelang 70 tahun, penyair Diah Hadaning masih terus berkarya. Bahkan sebuah buku mengenai pergulatan etika, estetika dan mistika sedang dalam proses penyelarasan untuk segera dapat diterbitkan. Judul bukunya masih dirahasiakan dan dipastikan bakal suprise dan mengejutkan...

Diah Hadaning terkenal sebagai sebagai wanita penyair dengan kebaikan budi dan kerendahan hatinya semerbak mewangi di kalangan penulis Nusantara. Perempuan kelahiran Jepara, 4 Mei 1940 itu namanya sudah menghiasi berbagai media massa cetak sejak 1980-an. Puisi-puisi, cerpen, novel dalam wujud cerita bersambung maupun artikel terus mengalir.

Karya-karya Diah Hadaning dengan mudah dapat ditemukan di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin. memperlakukan karya-karya Diah sebagaimana mestinya. Usaha pendokumentasian tersebut merupakan penghargaan tak ternilai bagi yang bersangkutan. Pasalnya dengan demikian karya Diah Hadaning dapat dilestarikan.

Diah pernah bekerja pada Mingguan Swadesi, sebuah perusahaan pers yang semasa terbitnya belum bisa menyediakan fasilitas aduhai bagi para karyawannya. Namun Swadesi, tempat Diah pernah berkiprah itu pun tidak dapat dibilang menelantarkan orang-orang yang tergabung di dalamnya. Jika dikatakan sekadar cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, barangkali memang begitulah kenyataannya. Bagi Diah sendiri, itu bukan persoalan penting. Ada yang lebih penting. Kesempatan mewarnai denyut nadi sastra di tanah air melalui Swadesi itulah kiranya yang melebihi segala perhitungan materi. Karena itu Diah tidak merisaukan imbalan yang diterima atas jerih payahnya. Dan Diah bukan termasuk orang yang menempatkan materi sebagai tolok ukur utama, sungguhpun kesejahteraan materi jelas tidak dapat dikesampingkan.

Diah bergabung secara tetap dengan Swadesi sejak tahun 1986. Namun hubungannya dengan media berideologi nasionalis itu sebelumnya telah belangsung bertahun-tahun. Bahkan bisa dikatakan sejak masa-masa awal Diah menapaki dunia kepenyairan dan kepenulisan pada pertengahan 1970-an, telah direntangkannya tali ikatan dengan Swadesi. Diah mengirimkan banyak tulisan ke mingguan itu. Sebagian besar novelnya yang telah terbit, pun sebelumnya telah dimuat lebih dahulu sebagai cerita bersambung di Swadesi. Demikian pula puisi-puisi maupun cerita pendeknya hampir setiap minggu muncul di Swadesi.

Itu berlangsung bertahun-tahun hingga akhirnya Diah berketatapan hati untuk bergabung secara organik. Namun koran itu berhenti terbit pada 1999 justru di tengah-tengah era reformasi yang hiruk pikuk dengan kebebasan politik dan kebebasan pers. Tentu suatu ironi bagi penerbitan pers yang sebelumnya telah malang melintang di pasar media cetak.

Dengan tidak lagi bekerja di perusahaan pers, Diah Hadaning malah semakin sibuk menghadiri berbagai acara sastra, baca puisi dan sejenisnya dari satu kota ke kota lainnya di seluruh penjuru pelosok tanah air.

Sebagai seorang penyair, Diah Hadaning telah menghasilkan antologi puisi tunggal maupun antologi puisi bersama koleganya sesama penyair. Buku Antologi Puisi Tunggal Diah Hadaning, yaitu:

  1. Surat dari Kota, Pribadi, 1980
  2. Jalur-jalur Putih, Pustakan Swadesi, 1980
  3. Nyanyian Granit-granit, Pustaka Swadesi, 1983
  4. Balada Sarinah, Yayasan Sastra Kita, 1985
  5. Sang Matahari, Yayasan Sastra Kita, 1986
  6. Nyanyian Waktu, Yayasan Sastra Kita, 1987
  7. Balada Anak Manusia, Hardjuna Dwitunggal, 1988
  8. Di Antara Langkah-langkah, S.S., 1993.

Sedangkan Antologi Puisi Duet Diah Hadaning dengan Penyair Lain meliputi:

Kabut Abadi (bersama Putu Bawa Samar Gantang), Lesiba Bali, 1979

Pilar-pilar (bersama Putu Arya Tirta Wirya), Pustaka Swadesi, 1981

Kristal-kristal (bersama Dinullah Rayes), Pustaka Swadesi, 1982

Nyanyian Sahabat (bersama Noor S.M.), U.K. Malayasia, 1986

Selain antologi puisi tunggal dan tersebut, puluhan judul antologi puisi dari berbagai macam penerbit juga memuat puisi-puisi Diah Hadaning. Di antarnya yaitu: Antologi Puisi Asean (1983), Sajak Delapan Kota (1986), Tonggak II (1987), Puisi Persahabatan Indonesia-Jerman (1989), Dari Negeri Poci II (1994), Chants of Nusantara (1995) dan Serayu (1995).

Diah juga menerbitkan karya-karya prosa dan telah dibukukan. Buku Prosa Diah Hadaning antara lain:

Musim Cinta Andreas (novel pop), Cita, Bandung, 1980

Kembang yang Hilang (novel pop), San, Jakarta, 1980

Denyut-denyut (kumpulan cerpen), Nusa Indah, Flores, 1984

Senandung Rumah Ibu (kumpulan cerpen), Puspa Swara, Jakarta, 1993

Lukisan Matahari (kumpulan cerpen), Bentang, Yogyakarta, 1993

Bahkan Diah Hadaning juga berkarya dalam bahasa Jawa. Kumpulan Geguritan (Puisi berbahasa Jawa) dengan tajuk Berkah Gusti sempat diikutkan dalam even Hadiah Sastera “Rancage” 2004. Walaupun Berkah Gusti hanya masuk nominasi dan tidak keluar sebagai juara, Diah Hadaning tetap tersenyum menghadapinya. Menulis dalam bahasa Jawa merupakan bentuk kecintaannya pada kebudayaan daerah.

Tentu saja Diah Hadaning jauh lebih menonjol melalui karya-karyanya berbahasa Indonesia. Wanita pernyair ini berjanji akan terus berkarya hingga tutup mata, entah kapan. Yang pasti karya-karya Diah Hadaning akan selalu mengabadi, senantiasa hidup dalam sejarah Sastra Indonesia melebihi usia hidupnya. Seperti Chairil Anwar menulis dalam lirik puisinya, Aku ingin hidup seribu tahun lagi.. dan memang itu menjadi kenyataan melalui karya-karya sastra.

Sebagai penyair yang produktif, tentu saja tidak lepas dari berbagai macam kritik. Diah sendiri menyatakan terbuka untuk dikritik. Ia berpendapat, bahwa kritik itu ada bermacam-macam. Ada yang simpati, ada yang mencaci. Ada yang mendorong, ada yang menghantam begitu saja. Baginya semua itu adalah suatu risiko.

“Jadi harus diterima secara wajar, bahwa kritik yang pahit hendaklah dijadikan obat dan kritik yang manis atau yang sifatnya hanya membumbung hati itu dijadikan tonik. Sehingga akan dapatlah ditarik hikmah,” prinsip Diah dalam menghadapi kritik.

Potret perjalanan hidup penyair ini juga sudah dibukukan dengan judul, “Penyair Diah Hadaning: Tinjauan Kreativitas dan Numerologinya”, olahan Suhening Sutardi, Penerbit Pustaka Yashiba, Jakarta, 2008.

Begitulah nama Diah Hadaning akan terus hidup menyertai karya-karyanya... Namanya semerbak mewangi. Teruslah berkarya Mbak Diah Hadaning.... (***)

1 komentar:

kalanizadrozny mengatakan...

Slots, video poker, casino & slots - DrmCD
Play casino 논산 출장마사지 games 원주 출장안마 online, free or for real money! Casino. Games. 태백 출장안마 Jackpot. Free spins. 김제 출장안마 Casino. 계룡 출장샵 Sports Betting. Roulette. Bingo. Welcome Bonus.